Makalah Teknik Penyusunan Gugatan Dan Permohonan #terbaru 2020
KATA
PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami
panjatkan kehadirat Allah SWT,karena atas rahmat dan karunia yang telah
diberikan, sehingga kami dapat menyusun Makalah Hukum Acara Peradilan Agama yang
membahas tentang Teknik Penyusunan
Gugatan Dan Permohonan. Dan
tak lupa pula salawat serta salam kita hadiahkan kepada nabi besar kita yakni
Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya ke alam yamg penuh dengan ilmu
pengetahuan seperti yang kita rasakan saat sekarng ini. Makalah ini di buat
untuk meningkatkan kesadaran dan wawasan kami sebagai mahasiswa/i dan
meningkatkan kualitas diri kami dalam menuntut ilmu.
Bertambah tuanya umur dunia, maka
semakin pesat pula perkembangan manusia
dan perkembangan teknologi.Zaman yang digeluti hampir mencapai
puncak kejayaan dunia seiring dengan dunia
modern ini,tidak ada manusia yang luput dari kesalahan.Penulis yakin dalam pembuatan makalah ini masih
terdapat kekurangan, oleh karena itu demi kesempurnaan makalah ini segala
kritik dan saran yang membangun yang
penulis harapkan, dan semoga makalah sederhana ini dapat membantu kita
semua.
Dan tak lupa penulis ucapkan
banyak terima kasih kepada dosen pembimbing serta pihak yang telah ikut
memberikan masukan dan motifasi terhadap penulis dalam menyelesaikan makalah
ini semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapat ridho dan balasan dari
allah swt,,amin..
Semoga
bermanfaat.
Garegeh, 2 Januari 2019
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
.................................................................................................. v
DAFTAR ISI ....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
................................................................................. 1
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian gugatan ........................................................................... 2
B.
Pengertian permohonan
.................................................................... 2
C.
Bentuk gugatan dan permohonan
..................................................... 4
D.
Isi gugatan dan permohonan
............................................................. 6
E.
Kelengkapan gugatan dan permohonan
............................................ 7
F.
Tempat mengajukan gugatan dan permohonan
................................. 8
BAB III
PENUTUP
........................................................................................................... 11
A. Kesimpulan
B. saran
KEPUSTAKAAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Dalam
kehidupan bermasyarakat yang selalu bersosialisasi tidak jarang terjadi konflik
antara individu satu dengan yang lainnya maupun antara kelompok satu dengan
kelompok yang lainnya. Terkadang konflik yang terjadi menimbulkan kerugian
kepada pihak yang lainnya. Agar dalam mempertahankan hak-masing-masingnya tidak
melampaui batas dari norma yang telah ditentukan maka perbuatan seenaknya harus
di hapuskan
Jadi
agar bisanya menyelesaikan masalah dengan jalan yang baik dan dengan menegakkan
keadilan maka semua itu diatur oleh Negara. Dan masalah ini pemakalah bahas
agar terhindar dari ketidak adilan dalam menyelesaikan perkara.
B.
Rumusan masalah
1. Pengertian gugatan dan permohonan
2. Bentuk Gugatan
dan permohonan
3. Isi gugatan dan permohonan
4. Kelengkapan gugatan dan permohonan
5. Tempat mengajukan gugatan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Gugatan
Gugatan dalam bahasa hukum islam
disebut “ad-da’wa”. Kata “ad-da’wa” ini dipergunakan pula sebagai
tuntutan pidana, yakni da’wa perdata atau da’wa pidana tergantung dengan konsep
kalimat.[1]
Darwan Prints mengartikan gugatan
dengan: suatu upaya hukum atau tindakan untuk menuntut hak atau memaksa pihak
lain untuk melaksanakan tugas atau kewajibannya guna memulihkan kerugian yang
diderita oleh penggugat melalui putusan pengadilan.
Mardani mengartikan gugatan dengan;
suatu surat yang diajukan oleh penggugat kepada Ketua Pengadilan Agama yang
berwenang, yang memuat tuntutan hak yang didalamnya mengandung sengketa dan
merupakan dasar landasan pemeriksaan perkara dan suatu pembuktian kebenaran
suatu hak.
Sedangkan menurut Sudikno
Mertokusumo, gugatan itu adalah tuntutan hak yaitu tindakan yang bertujuan
untuk memberikan perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah
perbuatan main hakim sendiri (eigen
richting).[2]
Kesimpulannya gugatan adalah suatu permohonan yang disampaikan kepada
Ketua Pengadilan yang berwenang mengenai suatu tuntutan terhadap pihak lainya
dan harus diperiksa menurut tatacara tertentu oleh Pengadilan, serta kemudian
diambil putusan terhadap gugatan tersebut.[3]
B.
Pengertian Permohonan
Permohonan adalah
suatu permohonan dari seseorang atau beberapa orang Pemohon kepada Ketua
Pengadilan yang berwenang untuk menetapkan suatu hal yang tidak mengandung
sengketa.[4]
Prinsip dalam surat permohonan
adalah tidak mempunyai lawan, lain dengan surat gugatan. Surat permohonan dalam
pengertian asli, supaya dibuat sesuai dengan prinsipnya, yaitu tidak ada lawan,
itulah yang pokok. Dengan demikian identitas pihak hanya pihak pemohon saja, bagian positanya adalah
tentang situasi hukum atau peristiwa hukum yang dijadikan dasar terhadap apa
yang dimohon oleh pemohon dalam bagian petita.[5]
Perbedaan antara gugatn dengan permohonan
adalah:[6]
a)
Dalam perkara gugatan ada suatu sengketa, atau konflik yang harus
diselesaikan dan harus diputus oleh pengadilan, sedangkan dalam permohonan
tidak ada sengketa atau perselisihan, misalnya segenap ahli waris secara
bersama-sama menghadap ke pengadilan untuk mendapat suatu penetapan perihal
bagian masing-masing dari warisan almarhu. Atau permohonan untuk mengganti nama
dari leonardo de caprio menjadi muhammad salim atau perbaikan akta catatan
sipil.
b)
Dalam suatu gugatan ada dua atau lebih pihak yaitu pihak penggugat dan
tergugat yang merasa haknya atau hak mereka dilanggar sedangkan dalam
permohonan hanya ada satu pihak yaitu pihak pemohon.
c)
Suatu gugatan dikenal sebagai pengadilan contentiosa atau pengadilan
sungguh-sungguh, sedangkan suatu permohonan dikenal sebagai pengadilan voluntair
atau pengadilan pura-pura.
d)
Hasil suatu gugatan adalah putusan (vonis) sedeangkan hasil suatu
permohonan adalah penetapan (beschikking)
Perbedaan ini sudah
tidak relevan lagi jika dikatkan dengan UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama, sebab dalam UU tersebut dikenal adanya permohonan dan gugatan
perceraian. Permohonan perceraian dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya,
sedangkan gugatan perceraian dilakukan oleh seorang istri kepada suaminya. Dalam
hal permohonan perceraian yang dulakukan oleh suami pasti ada alasan-alasan
perceraian sebagaimana disyaratkan oleh UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
dan PP No. Tahun 1975 di mana alasan-alasan tersebut bisa jadi merupakan suatu
sengketa atau konflik, dan juga ada dua pihak yaitu pihak pemohon dan termohon.[7]
C.
Bentuk gugatan dan permohonan
1. Gugatan tertulis
Gugatan tertulis diatur dalam pasal
118 HIR dan pasal 142 ayat (1) R.Bg. dalam kedua pasal ini ditentukan bahwa
gugatan harus diajukan secara tertulis dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan
yang berwenang mengadili perkara tersebut. Surat gugatan yang ditulis itu harus
ditandatangani oleh penggugat atau para penggugat. Jika perkara itu dilimpahkan
kepada kuasa hukumnya, maka yang menandatangani surat itu adalah kuasa hukumnya
sebagaimana disebutkan dalam pasal 123 ayat (1) HIR dan pasal 147 ayat (1)
R.Bg.[8]
Surat gugatan dibuat haruslah
bertanggal, menyebutkan dengan jelas nama penggugat dan tergugat, tempat
tinggal mereka, dan kalau perlu disebutkan juga jabatan dan kedudukannya.
2. Gugatan lisan
Pada dasarnya
gugatan harus diajukan kepada Pengadilan secara tertulis sebagaimana yang
tersebut dalam pasal 118 HIR dan pasal 142 ayat (1) R.Bg.Tetapi dalam asal 120
HIR dan pasal 144 ayat (1)R.Bg dikemukakan bahwa jika orang yang menggugat buta
huruf, maka gugatan dapat diajukan secara lisan kepada Ketua Pengadilan dan
selanjutnya Ketua Pengadilan mencatat segala hal gugatan itu dalam bentuk
tertulis. Jika Ketua Pengadilan karena sesuatu hal tidak dapat mencatat sendiri
gugatan tersebut, maka ia dapat meminta seorang hakim untuk mencatat dan
menformulasikan gugatan tersebut sehingga memudahkan Majelis Hakim untuk
memerisaknya.
Dispensasi yang
diberikan oleh aturan perundang-undangan kepada orang yang buta hurufuntuk
menggugat secara lisan langsung kepada pengadilan mempunyai tujuan untuk
melindungi dan membantu orang yang buta huruf itu dalam rangka menuntut
hak-haknya, agar terhindar dari kesalahan-kesalahan dalam membuat gugatan, yang
dapat terjadi apabila dilakukan oleh orang lain
Dalam praktek
gugatan secara lisan ini jarang yang ditangani secara langsung oleh ketua
pengadilan tetapi ketua pengadilan menugaskan seorang hakim untuk mencatat gugatan
itu dan di formulasikan dalam bentuk tertulis. Gugatan secara lisan yang telah
diformulasikan itu ditanda tangani oleh ketua pengadilan atau hakim yang
memformulasikan gugatan itu, penggugat tidak perlu menandatangani atau
membubuhkan cap jempolnya pada surat gugta tersebut dan juga tidak perlu diberi
materai.[9]
Tata cara mengajukan gugatan secara lisan:
1. Tuntutan disampaikan secara lisan pada
ketua pengadilan yang berwenang.
2. Ketua pengadilan atau hakim yang
ditunjuk oleh ketua pengadilan mencatat segala kejadian dan peristiwa sekitar
tuntutan yang diminta oleh penggugat, kemudian diformulasikan dalam sebuah
surat gugat yang mudah dipahami apabila para pihak membacanya.
3. Gugatan yang telah diformulasikan dalam
sebuah surat gugatan itu dibacakan kepada penggugat, apakah segala hal yang
menjadi persengketaan dan tuntutan yang dikehendakinya telah sesuai dengan
kehendak penggugat,
4. Apabila sudah sesuai dengan kehendak
penggugat, maka surat gugat yang telah diformulaikan itu di tanda tangani oleh
ketua/ hakim yang di tunjuk oleh ketua untuk menyusun formulasi gugatan itu.
Jika gugatan atau permohonan
diajukan secara lisan, maka panitera atas nama Ketua Pengadilan Agama membuat
catatan yang diterangkan oleh penggugat atau pemohon kepadanya, yang disebut
dengan “catatan gugat atau catatan permohonan”.
D.
Isi Gugatan dan permohonan
isi gugatan adalah sebagai berikut:
1) Identitas para pihak dan kedudukannya
dalam perkara
Melipiutoi nama,
tempat tinggal, dan pekerjaan. Dalam praktek sering juga dicantumkan agama,
umur, status (kawin/belum kawin, janda/duda)[10]
2) Posita (position)
Posita gugat
adalah fakta-fakta atau hubungan hukum yang terjadi antara kedua belah pihak.
Ia merupakan dalil-dalil kongkrit tentang adanya hubungan hukum yang merupakan
dasar serta alasan dari tuntutan. Posita terdiri dari dua bagian, yakni bagian
yang menguraikan tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa dan bagian
yang menguraikan tentang hukum. Bagian ini menguraikan tentang adanya hak atau
hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis dari tuntutan.
3) Petitum
Petitum atau
disebut juga tuntutan yaitu apa yang diminta atau yang diharapkan oleh
penggugat agar diputuskan oleh hakim. Petitum disebut juga dengan tuntutan
hukum yang diminta penggugat untuk dijatuhkan pengadilan kepada tergugat. Yang
kedudukannya sebagai syarat formil, sehingga gugatan tanpa petitum berarti
surat gugatan mengandung cacat formil.
Dalam hukum
acara perdata dikenal dua teori tentang cara menyusun gugatan kepada
pengadilan, yaitu pertama, substantiering
theory, yakni teori yang menyatakan bahwa gugatan selain harus menyebutkan
peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan, juga harus menyebutkan
kejadian-kejadian nyata yang mendahului peristiwa hukum dam menjadi sebab
timbulnya peristiwa hukum tersebut.
Bagi penggugat di dalam
gugatannya ia tidak hanya menyebutkan
bahwa ia pemilik suatu benda, tetapi juga harus menyebutkan sejarah
kepemilikannya. Misalnya kerena ia membeli,. Atau dari hasil warisan, hadiah
dan sebagainya. Kedua, individualisering
theory. Teori ini menyatakan bahwa dalam membuat surat gugatan cukup
ditulis yang pokok-pokoknya saja, tanpa harus menyebutkan kejadian-kejadian
tersebut. Sejarah terjadinya kepemilikan atas benda itu tidak perlu dimasukan
dalam gugatan, karena hal itu dapat dikemukakan dalam persidangan dengan
disertai bukti-bukti yang cukup.[11]
Dalam praktek
tuntutan dan petitum terdiri atas dua bagian yaitu tuntutan primer dan tuntutan
subside. [12]
Tuntutan primer antara lain:
a) Menghukum tergugat untuk menyerahkan
tanah sengketa dalam keadaan baik dan kosong kepda penggugat.
b) Menyatakan sah dan berharga sita jaminan
atas tanah sengketa.
c) Menyatakan putusan dapat dilaksanakan
lebih dulu ( iutvoebaar bij voorraad), meskipun timbul perlawanan, banding atau
kasasi.
d) Menghukum tergugat untuk membayar uang paksa.
Pembayaran uang paksa ini hanya mungkin terhadap perbuatan yang harus dilakukan
ileh tergugat yang tidak terdiri dari pembayaran suatu jumlah uang, dan
dikenakan setiap hari selama ia tidak memenuhi isi putusan sejak putusan itu
mempunyai kekuatan hukum tetap.
e) Menghukum tergugat membayar bunga,
apabila tuntutan yang diminta oleh penggugat berupa pembayaran sejumlah uang
tertentu, karena lambat memenuhi isi perjanjian dan diperhitungkansejak
diajukan gugatan ke pengadilan
f) Menghukum tergugat untuk memberikan uang
nafkah setiap bulan
g) Menghukum tergugat untuk membayar biaya
perkara.
Tuntutan subside antara lain:
a) Jika majelis hakim berpendapat lain ,
mohon memberikan putusan lain yang adil dan benar
b) Agar hakim mengadili menurut keadilan
yang benar
c) Mohon putusan yang seadil-adilnya
E.
Kelengkapan gugatan dan permohonan
Sekalipun surat gugatan atau
pemohonan sudah dibuat tetapi untuk mendaftarkan di Pengadilan Agama tentunya
harus dilengkapai dengan syarat-syarat lainnya. Syarat kelengkapan gugatan atau
permohonan, ada syarat kelengkapan umum dana ada syarat kelengkapan khusus.
1. Syarat kelengkapan umum
Syarat kelengkapan umum untuk dapat
diterima didaftarkannya suatu perkara dipengadilan ialah sebagai berikut:
a) Surat gugatan atau surat permohonan
tertulis, atau dalam hal buta huruf, catatan gugat atau catatan permohonan.
b) Surat keterangan kependudukan/tempat
tinggal/domisili bagi penggugat atau pemohon
c) Vorskot biaya perkara, kecualiu bagi
yang miskin dapat membawa surat keterangan miskin dari lurah/kepala desa yang
disahkan sekurang-kurangnya oleh camat.
2. Syarat kelengkapan khusus
Syarat kelengkapan khusus ini
tidaklah sama untuk semua kasus perkara, melainkan tergantung kepada macam atau
sifat dari perkara itu an sich,
contohnya sebagai berikut:
a) Perkara perkawinan harus
melampirkankutipan akta Nikah, seperti perkara gugatan cerai, permohonan untuk
menceraikan isteri dengan cerai talak dan sebagainya.
b) Gugatan pewaris harus disertakan surat
keterangan kematian pewaris.
F.
Tempat mengajukan gugatan /permohonan
1. Perkara cerai talak
a) Seorang suami yang beragama islam yang
yang akan menceraikan isterinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk
mengadakan siding guna menyaksikanikrar talak.
b) Permohonan tersebut diajukan kepada
pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon, kecuali
apabila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediamanyang ditentukan
bersama tanpa izin pemohon.
c) Dalam hal termohon bertempat kediaman di
luar negeri, permohonan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman pemohon.
d) Apabila suami isteri (pemohon dan
termohon) bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada
pengadilan yang daerah hukumnya meliputi
tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
e) Permohonan soal penguasaan anak, nafkah
anak, nafkah isteri, dan harta bersama dengan permohonan cerai talak ataupun
sesudah ikrar talak diucapkan.
2. Perkara cerai gugat
a) Gugatan perceraian diajukan oleh isteri
atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnyameliputi tempat kediaman
penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat
kediaman bersama tanpa izin tergugat.
b) Dalam hal penggugat bertempat kediaman
di luar negeri, gugatan perceraiaan diajukan kepada pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
c) Dalam hal penggugat dan tergugat
bertempat kediaman di luar negeri maka gugatan diajukan kepada pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada
Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
3. Permohonan untuk beristri lebih dari
seorang diajukan oleh pemohon (suami yang bersangkutan) ke Pengadilan Agama
yang mewilayahi tempat kediaman suami (pemohon)
4. Izin kawin sebagai pengganti izin dari
orang tua/wali/keluarga bagi calon mempelai (laki-laki) atau perempuan) yang
belum berusia 21 tahun dan tidak telah pernah kawin sebelumnya, diajukan ke
Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat kediaman calon mempelai tersebut.
5. Bagi calon mempelai wanita yang mau
kawin mendahului dari umur 16 tahun atau bagi calon mempelai pria yang mau
kawin mendahului dari umur 19 tahun, maka untuk mendapatkan dispensiasi kawin,
ia mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama yang ditunjuk oleh orang tua
masing-masing.
6. Pencegahan perkawinan terhadap rencana
perkawinan karena tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan atau karena alasan
hukum lainnya, diajukan permohonannya ke Pengadilan Agama dalam daerah hukum
dimana perkawinan akan dilangsungkan.
7. Calon mempelai yang ditolak untuk
melangsungkan perkawinannya oleh Pegawai Pencatat Nikah karena menurut Pegawai
Pencatat Nikah tidak boleh, diajukan oleh si calon ke Pengadilan Agama yang
mewilayahi Pegawai Pencatat Nikah tersebut.
8. Gugatan Pembatalan perkawinan diajukan
ke Pengadilan Agama yang mewilayahi dimana perkawinan itu dahulunya
dilangsungkan, atau ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat kediaman salah
seorang dari suami isteri tersebut.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Gugatan merupakan suatu usaha/permohonan
yang disampaikan ke pengadilan yang berwenang tentang suatu tuntutan terhadap
pihak lain agar diperiksa sesuai dengan prinsip keadilan dan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Gugatan itu mempunyai unsur-unsur, yang
mana apabila salah satu unsur itu tidak
ada maka gugata itu tidak akan diterima sebagai gugatan.
Sedangkan permohonan merupakan suatu
surat yang di dalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh satu pihak yang
berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung sengketa, sehingga
badan peradilan yang mengadili dapat dianggap suatu proses peradilan yang bukan
sebenarnya.
B.
Saran
Demikianlah kami buat makalah ini dengan
sedemikian sempurna, tetapi biarpun demikian kami tau makalah ini masih jau
dari kata sempurna, untuk itu kami harapkan kritik dan sarannya pada makalah
ini, dan biarpun demikian semoga makalah
ini menjadi berguna bagi kita semua terutama buat pemakalah sendiri, dan semoga
ini menjadi tambahan bacaan yang akan menambah ilmu kita nantinya.
KEPUSTAKAAN
Makarao, Taufik, Pokok-Pokok
Hukum Acara Perdata, Jakarta: Rineka Cipta, 2009
Manan, Abdul, Penetapan Hukum Acara Perdata Di
Lingkungan Peradilan Agama,
Jakarta: Yayasan al- hikmah, 2000
Noviardi,
Hukum Acara Peradilan Agama, Bukittinggi:
STAIN Prees, 2010
Prinst, Darwan, Strategi Menyusun dan Menangani
Ggatan Perdata, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002
Sutanto, Retnowulan, Hukum Acara Perdata,
Bandung: cv Mandar Maju, 2009
[2] Aris Bintania, Hukum Acara
Peradilan Agama, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012), hal 4
[3] Darwan Prinst, Strategi
Menyusun Dan Menangani Gugatan Perdata, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
2002), hal 2
[9] Darwan Prinst, Strategi
Menyusun Dan Menangani Gugatan Perdata, (Bandung: PT Citra Aditya
Bakti,2002), hal47
[10] Taufik Makarao,Pokok-Pokok
Hukum Acara Perdata, (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), hal 30
[11] Noviardi, Hukum Acara
Peradilan Agama, (Bukittinggi: STAIN Prees, 2010), hal 32
[12] Loc Cit, hal 30-31
Terimakasih gan atas bantuannya, artikelnya sangat bermanfaat..semoga jaya selalu
ReplyDelete